Kedua, hak untuk bekerja dan memiliki tempat kerja yang adil dan aman. Hal ini membuat MS seringkali ke luar ruangan untuk menghilangkan rasa ketidaknyamannnya, karena harus menghindari pelaku dan potensi perundungan lainnya.
Bahkan MS juga keluar dari group percakapan whatsapp internal unit visual data, karena turut mendapatkan perundungan secara verbal. Bentuk perilaku dan tindakan yang sarat akan kekerasan verbal, fisik, maupun psikis, seksis dan merendahkan, turut dinormalisasi sebagai bentuk candaan biasa dalam pertemanan.
“Korban bahkan dianggap terlalu sensitif dan berlebihan dalam menyikapi sikap-sikap tersebut. Di sisi lain, lembaga KPI tidak mempunyai regulasi internal dan perangkat-perangkat yang patut dalam pencegahan dan penanganan tindak pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan kerja,” papar Beka.
Situasi dan kondisi yang dialami oleh MS menujukkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia untuk bekerja dan memiliki tempat kerja yang adil dan aman. Hal ini sebagaimana dijamin pada Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Selain itu, Pasal 28D ayat (2) juga menjamin hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Ketiga, hak atas kesehatan fisik dan mental. Terkait dengan dampak kerugian yang dialami MS akibat perundungan dan pelecehan seksual, lanjut Beka, ditemukan beberapa tindakan yang dinilai sebagai pelanggaran hak atas standar kesehatan fisik dan mental.
Karena, perundungan dan pelecehan seksual telah mengubah pola mental, menimbulkan perasaan stres dan hina, serta trauma berat kepada korban MS. Korban seringkali teringat peristiwa pelecehan dan menyebabkan emosinya tidak stabil.
Bahkan MS didiagnosis mengalami penyakit hipersekresi cairan lambung di 2017 dan PTSD (post traumatic stress disorder) di 2019. Adapun hasil pemeriksaan oleh psikolog di 2019 tersebut masih konsisten dengan hasil pemeriksaan oleh psikolog yang difasilitasi LPSK di 2021.
“Masalah kesehatan mental dan fisik ini juga berdampak pada hubungan rumah tangga MS dan Istrinya. Permasalahan kesehatan fisik dan mental yang dihadapi MS menunjukkan adanya pelanggaran terhadap hak atas kesehatan sebagaiman dijamin UUD 1945 Pasal 28H ayat (1),” pungkas Beka dilansir Jawapos.com. (*)